nuzulul Qur'an






STAI   MIFTAHUL   ULUM
TANJUNG    PINANNG


NAMA : Suradiwan
JUDUL :”NUZULUL QUR’AN”
DOSEN PEMBIMBING : Ibu Sri Zulfida

Bab 1
Pendahuluan
1.1    Latar belakang
            Tidaklah tersembunyi bagi siapapun juga bahwa tiap-tiap sesuatu dan ada kadarnya. Demikianlah sunnatullah didalam alam ini. Sejarah adalah saksi yang benar menetapkan kebenaran ini. Seseorang ahli sejarah yang hendak menggali sesuatu dari perkembangan sejarah harus mengetahui sebab-sebab kejadian dan pendorong-pendorongnya, jika dia ingin mengetahui hakikat sejarah itu sebenaranya, bukan sejarah saja yang memerlukan hal demikian, ilmu-ilmu tabi’at, ilmu-ilmu kemasyarakatan dan kebudayaan serta kesusastraan juga memerlukan sebab dan musabab. Turunnya Al Qur’an merupakan suatu kejadian yang sangat mengagetkan sekaligus menggembirakan hati Rasulullah SAW. Sebagaimana   turunnya Surat Al-‘alaq(ayat:1-5), Nabi Muhammad SAW  dalam menerimanya sangatlah berat karena  diturunkan lewat perantara malaikat jibril sesosok yang membuat Nabi SAW ketakutan. Saat malaikat jibril menyampaikan wahyu tersebut, Rasullullah juga merasa keberatan karena tidak bisa melaksakan apa yang diperintah malaikat jibril. Tetapi setelah berkali-kali malaikat jibril mengulang akhirnya Rasullah SAW dapat menerimanya.
Dalam Makalah ini pembahasannya hanya terkait tentang proses turunnya Al Qur’an saja atau yang sering disebut ilmu nuzulul Qur’an. Dengan mempelajari pembahasan masalah tersebut akan diketahui bagaimana arti sebenarnya  nuzulul Qur’an itu sendiri, bagaimana tahapan-tahapan turunnya ayat-ayat tersebut, serta bagaimana bisa ayat-ayat tersebut diturunkan di Makkah maupun di Madinah.


1.2      Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang nuzulul qur’an di atas, maka yang menjadi pokok masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Pengertian nuzulul qur’an.
2.      Sejarah nuzulul qur’an.
3.      Hikmah diturunkan al-qur’an secara gradual.
4.      Al-qur’an pada masa rasulullah.
5.      Al-qur’an pada masa khulafaurrasydin.


Bab 2
Pembahasan
1.3    Pengertian Nuzulul Qur’an
                Secara Harfiyah atau secara bahasa , Nuzulul Qur’an berasal dari kata             Nuzul yang berarti turun dan Qur’an artinya kitab suci Al- Qur’an ( bacaan ) . Jadi , secara bahasa Nuzulul Qu’an berarti turunnya Al-Qur’an ( bacaan ).[1]
                Secara Istilah , Nuzulul Qur’an berarti Peristiwa penting dalam peristiwa penurunan Al- Qur’an secara keseluruhan diturunkan dari Lauhul Mahfuz ke Baitul Izzah di langit dunia , hingga ditirunkan secara berangsur – angsur kepada Rasulullah SAW sesuai dengan peristiwa – peristiwa dalam jangka waktu kurang lebih 23 tahun.
             Menurut para ulama defenisi nuzulul  qur’an adalah “turunnya Al-Qur’an”, sebab kata tersebut sudah biasa digunakan didalam bahasa arab.
                                                                                     







1.4    Sejarah Nuzulul Qur’an
      

         Nuzulul Qur’an yang secara harfiah berarti turunnya Al Qur’an (kitab suci agama Islam adalah istilah  yang merujuk kepada peristiwa penting penurunan wahyu Allah pertama kepada nabi dan rasul terakhir agama Islam yakni Nabi Muhammad SAW.

       Dalam pembahasan Nuzulul Qur’an menurut Berbagai Madzab kita telah mengetahui bah     Al-Qur’an diturunkan ke Baitul Izzah secara langsung. Dari Baitul Izzah itulah, Al-Qur’an kemudian   diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW.

        Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah surat Al Alaq ayat 1-5 yang bila diterjemahkan menjadi :

 اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)


1.      Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,
2.      Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,
3.      Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah,
4.      Yang mengajar manusia dengan pena,
5.      Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya[2]
Saat wahyu ini diturunkan Nabi Muhammad SAW sedang berada di Gua Hira, ketika tiba-tiba Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu tersebut. Adapun mengenai waktu atau tanggal tepatnya kejadian tersebut, terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama.

Sebagian menyakini peristiwa tersebut terjadi pada bulan Rabiul Awal pada tanggal 8 atau 18 (tanggal 18 berdasarkan riwayat Ibnu Umar), sebagian lainnya pada bulan Rajab pada tanggal 17 atau 27 menurut riwayat Abu Hurairah, dan lainnya adalah pada bulan Ramadhan pada tanggal 17 (Al-Bara’ bin Azib), 21 (Syekh Al-Mubarakfuriy) dan 24 (Aisyah, Jabir dan Watsilah bin Asqo’)[3]

Nuzulul Qur’an yang kemudian diperingati oleh sebagian kaum muslimin mengacu kepada tanggal pertama kali Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah SAW di gua Hira.  Jika sebagian besar umat  Islam di Indonesia meyakini 17 Ramadhan sebagai tanggal Nuzulul Qur’an.                                                                                                                                    
1.5    Hikmah ditirunkan Al-Qur’an secara gradual

              Nuzulul Qur’an dalam arti turunnya Al-Qur’an kepada Rasulullah SAW secara bertahap atau berangsur-angsur itu memiliki beberapa hikmah sebagai berikut:

 1. Meneguhkan hati Rasulullah dan para sahabat

                Dakwah Rasulullah pada era makkiyah penuh dengan tribulasi berupa celaan, cemoohan, siksaan, bahkan upaya pembunuhan. Wahyu yang turun secara bertahap dari waktu ke waktu menguatkan hati Rasulullah dalam menapaki jalan yang sulit dan terjal itu.

Ketika kekejaman Quraisy semakin menjadi, Al-Qur’an menyuruh mereka bersabar seraya menceritakan kisah para nabi sebelumnya yang pada akhirnya memperoleh kemenangan dakwah. Maka, seperti yang dijelaskan Syaikh Syafiyurrahman Al-Mubarakfury dalam Rakhiqul Makhtum, Al-Qur’an menjadi faktor peneguh mengapa kaum muslimin sangat kuat menghadapi cobaan dan tribulasi dakwah dalam periode Makkiyah.

Di era madaniyah, hikmah ini juga terus berlangsung. Ketika hendak menghadapi perang atau kesulitan, Al-Qur’an turun menguatkan Rasulullah dan kaum muslimin generasi pertama.

2. Tantangan dan Mukjizat

                Orang-orang musyrik yang berada dalam kesesatan tidak henti-hentinya berupaya melemahkan kaum muslimin. Mereka sering mengajukan pertanyaan yang aneh-aneh dengan maksud melemahkan kaum muslimin.

Pada saat itulah, kaum muslimin ditolong Allah dengan jawaban langsung dari-Nya melalui wahyu yang turun. Selain itu, Al-Qur’an juga menantang langsung orang-orang kafir untuk membuat sesuatu yang semisal dengan Al-Qur’an.

Walaupun Al-Quran turun berangsur-angsur, tidak seluruhnya, toh mereka tidak mampu menjawab tantangan itu. Ini sekaligus menjadi bukti mukjizat Al-Qur’an yang tak tertandingi oleh siapapun.

3. Memudahkan Hafalan dan Pemahamannya

              Dengan turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur, maka para kaum muslimin menjadi lebih mudah menghafalkan dan memahaminya. Terlebih, ketika ayat itu turun dengan latar belakang peristiwa tertentu atau yang diistilahkan dengan asbabun nuzul, maka semakin kuatlah pemahaman para sahabat.




4. Relevan dengan Pentahapan Hukum dan Aplikasinya
             
 Sayyid Quthb menyebut para sahabat dengan “Jailul Qur’anil farid” (generasi qur’ani yang unik). Diantara hal yang membedakan mereka dari generasi lainnya adalah sikap mereka terhadap Al-Qur’an. Begitu ayat turun dan memerintahkan sesuatu, mereka langsung mengerjakannya.

Interaksi mereka dengan Al-Qur’an bagaikan para prajurit yang mendengar intruksi komandannya, langsung dikerjakan segera. Diantara hal yang memudahkan bersegeranya para sahabat dalam menjalankan perintah Al-Qur’an adalah karena Al-Qur’an turun secara bertahap.

Perubahan terhadap kebiasaan atau budaya yang mengakar di masyarakat Arab pun dilakukan melalui pentahapan hukum yang memungkinkan dilakukan karena turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur ini.

Misalnya khamr, Ia tidak langsung diharamkan secara mutlak, tetapi melalui pentahapan. Pertama, Al-Qur’an menyebut mudharatnya lebih besar dari manfaatnya[4] . Kedua, Al-Qur’an melarang orang yang mabuk karena khamr dari shalat[5] . Dan yang ketiga baru diharamkan secara tegas[6]

5. Menguatkan bahwa Al-Qur’an benar-benar dari Allah SWT
             
 Ketika Al-Qur’an turun berangsur-angsur dalam kurun lebih dari 22 tahun, kemudian menjadi rangkaian yang sangat cermat dan penuh makna, indah dan fasih gaya bahasanya, terjalin antara satu ayat dengan ayat lainnya bagaikan untaian mutiara, serta ketiadaan pertentangan di dalamnya, semakin menguatkan bahwa Al-Qur’an benar-benar kalam ilahi, Dzat yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.[7]




1.6    Al-Qur’an pada masa Rasulullah

              Sejarah telah mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang ummi (tidak dapat membaca dan menulis) Untuk menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur`an maka Nabi Muhammad SAW memerintahkan para Sahabat untuk menulis ayat-ayat Al-Qur`an saja, sedangkan Hadist Nabi tidak diizinkan untuk ditulis karena dikhawatirkan akan bercampur aduk dengan ayat-ayat Al-Qur`an.
              Untuk keperluan penulisan Al-Qur`an Nabi Muhammad SAW menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai juru tulis sekaligus mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur`an. Tugas Zaid bin Tsabit sungguh berat tetapi mulia yaitu menulis wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW dari Allah SWT dengan perantaraan Jibril serta meletakkan urutan kalimatnya sesuai dengan petunjuk Nabi. Seperti diketahui bahwa segala gerak gerik Nabi, baik dalam perkataan maupun perbuatan adalah wahyu, seperti Firman Allah SWT , sebagai berikut:
(Artinya):” Nabi tidak berkata menurut hawa nafsunya tetapi apa yang diucapkan hanyalah wahyu yang diberikan.”[8]
               Demikianlah halnya setiap ayat yang turun ditulis pada batu-batu, tulang-tulang, pelepah kurma, kulit binatang dan lain sebagainya, karena pada waktu itu kertas belum ada sebagaimana halnya sekarang ini. Dalam melaksanakan tugas selaku juru tulis wahyu, Zaid bin Tsabit sangat berhati-hati, ia tidak mau menulis ayat-ayat begitu saja, kecuali setelah disaksikan kebenarannya oleh dua orang saksi yang adil, sungguhpun ia sendiri hafal Al-Qur`an. Dengan demikian Al-Qur`an tetap terjamin murni dan bersih dari segala noda kesalahan dan kekeliruan.
               Seperti diketahui bahwa sebelum Al-Qur`an diturunkan seni sastra Arab telah berkembang pesat, bahkan merupakan sebahagiaan dari kebudayaan bangsa Arab yang sangat menonjol waktu itu. Demikian halnya setelah Al-Qur`an diturunkan, kaum kuffar Quraisy tidak mau menerima dan mempercayai akan kebenaran Al-Quran sebagai wahyu Allah SWT. Bahkan mereka menuduh bahwa Al-Qur`an tidak lebih dari karangan Nabi Muhammad SAW walaupun mereka mengetahui beliau tidak dapat membaca dan menulis. Oleh sebab itu Allah SWT menantang mereka untuk membuktikan tuduhannya sebagaimana FirmanNya  sebagai berikut:
(Artinya):” Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur`an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad) maka buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur`an itu dan ajaklah penolong-penolong selain Allah jika kamu orang-orang yang benar.” [9]
               Dalam ayat yang lain Allah SWT menjelaskan ketidak mampuan manusia maupun makhluk lainnya untuk meniru dan menandingi Al-Qur`an seperti didalam firmanNYA sebagaimana berikut:
(Artinya):” Katakanlah sesungguhnya jika manusia dan Jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur`an ini, niscaya mereka tidak dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.”[10]


1.7    Al-Qur’an pada masa Khulafaurrasyidin

Al-qur’an pada masa Sayyidina Abu Bakar

              Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah setelah beliau selesai menyampaikan risalah dan amanah, menasehati ummat serta memberi petunjuk. pada agama yang lurus. Setelah beliau wafat kekuasaan dipegang oleh Abu Bakar Siddik ra  
Pada masa pemerintahannya Abu Bakar banyak menghadapi malapetaka, berbagai kesulitan dan problem yang rumit, diantaranya memerangi orang-orang yang murtad (keluar dari agama Islam) yang ada di kalangan orang Islam, memerangi pengikut Musailamah al-Kadzdzab.
Peperangan Yamamah adalah suatu peperangan yang amat dahsyat. Banyak kalangan sahabat yang hafal Al-Qur'an dan ahli bacanya mati syahid yang jumlahnya lebih dari 70 orang huffazh ternama. Oleh karenanya kaum muslimin menjadi bingung dan khawatir. Umar sendiri merasa prihatin lalu beliau menemui Abu Bakar yang sedang dalam keadaan sedih dan sakit. Umar mengajukan usul (bermusyawarah dengannya) supaya mengumpulkan Al-Qur'an karena khawatir lenyap dengan banyaknya khufazh yang gugur, Abu Bakar pertama kali merasa ragu.
Setelah dijelaskan oleh Umar tentang nilai-nilai positipnya ia memandang baik untuk menerima usul dari Umar. Dan Allah melapangkan dada Abu Bakar untuk melaksanakan tugas yang mulia tersebut, ia mengutus Zaid bin Tsabit dan mengajukan persoalannya, serta menyuruhnya agar segera menangani dan mengumpulkan Al-Qur'an dalam satu mushhaf. Mula pertama Zaid pun merasa ragu, kemudian iapun dilapangkan Allah dadanya sebagaimana halnya Allah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar.

       Lembaran-lembaran tersebut disimpan pada Abu Bakar sampai ia wafat Kemudian (diserahkan) kepada Umar sampai wafat dan kemudian disimpan di rumah Hafsah binti Umar

Al-Qur’an pada masa Sayyidina Ustman bin Affan
         
        Pengumpulan al qur’an pada masa Utsman berbeda dengan faktor yang ada pada masa Abu Bakar. Daerah kekuasaan islam pada masa Utsman telah meluas dan orang-orang islam telah terpencar diberbagai daerah dan kota. Di setiap daerah telah populer bacaan sahabat yang mengajar mereka. Penduduk Syam membaca al qur’an mengikuti bacaan Ubay ibnu Ka’ab, penduduk kuffah mengikuti bacaan Abdullah ibnu Mas’ud dan sebagian lainnya mengikuti bacaan Abu Musa Al Asy’ari. Diantara mereka terdapatperbedaan tentang bunyi huruf dan bentuk bacaan. Masalah ini membawa mereka kepada pintu pertikaian dan perpecahan antar sesama. Hampir satu sama lainnya saling mengkufurkan karena perbedaan pendapat dalam bacaan.
       Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsmanseehingga ia mengambil kebijakan untuk segera membukukan dan menggandakan al qur’an setelah ada usulan dari Khuzaifah. Kemudian ia meminta Hafshah agar mengirimkan mushaf yangdisimpannya untuk disalin kembali menjadi beberapa mushaf. Setelah itu, khalifah Utsman bin Affan memerintahkan Zaid bin Tsabit dan Abdurrahman bin Harits untuk bekerja sama untuk menggandakan al qur’an. Utsman bin Affan berpesan bahwa “Jika terjadi perbedaan diantara kalian mengenai al qur’an, tulislah menurut dialeg Quraisy karena al qur’an diturunkan dalam bahasa mereka.
      Adanya perbedaan dalam bacaan al qur’an sebenarnya bukan hal yang baru, sebab Umar sudah mengantisipasi bahaya perbadaan ini sejak zaman pemerintahannya. Dengan mengutus Ibnu Mas’ud ke Iran, setelah Umar diberitahukan bahwa dia mengajarkan al qur’an dalam dialeg Hudail, (sebagaimana Ibnu Mas’ud mempelajarinya), dan Umar tampak naik pitam:“Al qur’an telah diturunkan dalam dialek Quraisy, maka ajarkanlah menggunakan dialek Quraisy, bukan menggunakan dialek Hudail.
       Terdapat dua riwayat tentang bagaimana Utsman melakukan tugas ini. Satu diantaranya(yang lebih masyhur) beliau membuat naskah mushaf semata-mata berdasarkan kepada shuhuf yang disimpan dibawah penjagaan hafshah,Salah satu  istri Nabi. Riwayat kedua yang tidak begitu terkenal menyatakan, Utsman terlebih dahulu memberi wewenang pengumpulan mushaf dengan menggunakan sumber utama, sebelum membandingkannya dengan shuhuf yang sudah ada. Kedua-dua versi riwayat sepaham bahwa shuhuf yang ada pada Hafshah memainkan peranan penting dalam pembuatan mushaf Utsmani.
        Begitupun ketika Utsman hendak membuat salinan (naskah) resmi, dia meminta Aisyah agar mengirimkan kepadanya kertas kulit(suhuf) yang dibacakan oleh Nabi yang disimpan dirumahnya. Kemudian dia menyuruh Zaid bin Tsabit membetulkan sebagaimana mestinya, pada waktu itu beliau merasa sibuk dan ingin mencurahkan waktunya mengurus masyarakat dan membuat ketentuan hukum sesama mereka.

       Usaha Utsman yang sungguh-sungguh jelas tampak berhasil, dan dapat dilihat dari dua aspek. Pertama, tidak ada mushaf di propinsi muslim kecuali mushaf Utsmani yang telah menyerap ke darah daging mereka; dan kedua, mushaf atau kerangka teks mushafnya dalam jangka waktu empat belas abad tidak bisa dirusak.

BAB III
1.3 Kesimpulan


Nuzulul Qur’an yang artinya adalah turunnya Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur angsur, Yang diawali dengan surah Al-Alaq ayat 1-5 di gua hira pada tanggal 17 ramadhan.
Al-Quran diturunkan secara berangsur angsur memiliki banyak hikmah di dalamnya.
Al-Quran pada masa Nabi hanya ditulis pada pelepah kurma, batu, kulit,tulang dan lain sebagainya.
Al-Qur’an di tulis atau dibukukan pada masa sayyidina Abu Bakar atas ide sayyidina Umar.









..Daftar Pustaka
Nurrul yaqin, karya Syaikh Muhammad Al-khudori
terjemahan Al-Qur’an dan sejarahnya, karya Abdullah abbas



[1] Ensiklopedia islam,
[2] Surah Al-Alaq 1-5.
[3] Nurul Yakin, Beirut Lebanon 2002.
[4] QS 2:212
[5] QS 4:43
[6] QS 5:90-91
[7] Ensiklopedia islam[google]
[8] QS An-Najm ayat3                                                                                                               
[9] QS Al-Baqarah ayat 23
[10] QS al-isra ayat10

Komentar

Postingan Populer